Menyusun Ulang Kebenaran di Balik Garis Hukum, Penyidik Polres Bima Lakukan 25 Adegan Rekonstruksi Kasus Pembunuhan


Bima, koranprogresif.com.- Udara siang itu terasa sedikit berat di Lapangan Polres Bima, Selasa (14/10/2025). Beberapa personel berdiri tegak di bawah terik matahari, sementara di tengah lapangan, sekelompok orang tengah memperagakan adegan demi adegan yang sarat makna hukum. Tidak ada sorak-sorai seperti di lapangan olahraga, hanya kesunyian yang sesekali dipecah oleh aba-aba penyidik.


Itulah suasana rekonstruksi kasus pembunuhan dengan tersangka berinisial FR — sebuah tahapan penting dalam perjalanan panjang menuju keadilan. Di balik garis polisi yang membatasi area, publik mungkin hanya melihat serangkaian gerakan yang diulang-ulang. Namun bagi aparat penegak hukum, setiap langkah, setiap posisi, dan setiap adegan memiliki arti penting: menyusun ulang kebenaran.


Kasatreskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, S.H., memimpin langsung jalannya kegiatan itu. Di hadapan Jaksa Penuntut Umum, saksi-saksi, dan tersangka FR, sebanyak 25 adegan diperagakan secara detail, menggambarkan kronologi peristiwa dari awal hingga akhir.


“Tujuannya bukan sekadar memperagakan, tapi memastikan semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang jalannya peristiwa,” ujar AKP Abdul Malik dengan nada tenang namun tegas.


Dalam dunia penyidikan, rekonstruksi adalah momentum penting. Ia menjadi jembatan antara fakta di lapangan dan berkas hukum yang akan dibawa ke meja persidangan. Di sinilah penyidik, jaksa, dan saksi duduk dalam satu persepsi: mencari kebenaran, bukan sekadar menyelesaikan perkara.


Di bawah komando Kapolres Bima AKBP Eko Sutomo, S.I.K., M.I.K., proses ini digelar dengan menjunjung tinggi transparansi dan profesionalisme. Tidak ada ruang untuk keraguan — sebab setiap adegan adalah bagian dari upaya menegakkan hukum dengan nurani.


“Kami ingin memastikan proses hukum berjalan terang benderang. Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang dilebihkan,” tegas Kasatreskrim menambahkan.


Dari kejauhan, suasana lapangan perlahan mereda ketika adegan terakhir usai. Personel Satreskrim mulai membereskan tanda batas, jaksa menutup catatannya, dan tersangka dibawa kembali ke ruang tahanan. Semua berjalan tertib dan aman.


Namun di balik kesunyian itu, bahwa setiap kasus hukum bukan sekadar perkara pasal dan dakwaan, melainkan perjalanan mencari kebenaran di antara fakta dan nurani manusia.


Bagi penyidik, kerja mereka tidak berhenti di meja atau di lapangan. Setiap berkas, setiap adegan, dan setiap keterangan saksi adalah bagian dari tanggung jawab moral untuk memastikan keadilan benar-benar hadir.


Rekonstruksi hari itu bukan sekadar prosedur — ia adalah bentuk kehadiran negara melalui Polri untuk menegakkan hukum dengan hati dan akal sehat.


Dan di Lapangan Polres Bima yang perlahan kembali sepi, tersisa pesan yang tak terucap: bahwa hukum bekerja bukan untuk menghukum, tapi untuk menegakkan kebenaran. (ADV)



Print Friendly and PDF

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama